Dalam pengasuhan kadang orang tua menerima bias gender dari lingkungannya. Seperti anak perempuan lebih cepat berbicara sedangkan anak laki-laki lebih lamban. Sebaliknya untuk perkembangan fisik anak laki-laki justru lebih cepat dibandingkan anak perempuan. Dalam permainan pun kadang ditemukan pengelompokan khusus seperti anak laki-laki lebih suka lari-larian atau memanjat. Sedangkan anak perempuan lebih suka main boneka dan bermain masak-masakan.
Alasan secara biologis adalah disebabkan anak perempuan yang kurang aktif secara fisik karena alasan kematangan seksual yang terkait usia kronologis anak perempuan lebih awal matang dibadingkan anak laki-laki. Selain itu disebabkan oleh body fat anak perempuan ternyata lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki pada masa sebelum pubertas.
Penelitian yang menarik dari Telford, R, M dkk tahun 2016, yang melakukan studi longitudinal yang menguji apakah anak perempuan kurang aktif dibandingkan anak laki-laki pada usia 8 hingga 12 tahun. Ada beberapa pebandingan aspek pengukuran dalam penelitian ini yang menjadi highlight beserta hasilnya. Berikut ini penjelesan :
✅ Cardio respiratory fitness, yang diukur dengan waktu berlari hasilnya anak laki-laki lebih banyak berlari dibandingkan anak perempuan.
✅ Physical activity (steps/day), anak laki-laki lebih banyak berjalan.
✅ Eye hand coordination, yang diukur jumlah menangkap bola, hasilnya juga anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.
✅ Perceived competence in PA (physical activity), anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan lebih rendah keterlibatannya dalam kegiatan olahraga ekstrakurikuler.
Pengukuran aspek-aspek diatas ternyata tidak begitu berbeda dengan kata lain bertahan hingga anak berusia 12 tahun. Uniknya pada usia 12 tahun dukungan orangtua dalam kegiatan aktivitas fisik lebih tinggi anak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan keterlibatan anak laki-laki dalam kegiatan jasmani lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.
Tingginya aktivitas fisik anak laki-laki berkaitan dengan persepsi akan kemampuannya untuk terlibat yang juga tinggi dibandingkan anak perempuan. Sehingga membuat dukungan orang tua pada saat anak berusia 12 tahun pun juga lebih tinggi anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Penelitian ini memperlihatkan rendahnya aktifitas fisik anak perempuan dibandingkan anak laki-laki disebabkan oleh rendahnya minat anak perempuan (persepsi kemampuan melakukan kegiatan aktivitas fisik) terlibat dalam kegiatan olahraga baik di komunitas atau disekolah yang berefek rendahnya dukungan keluarga dan sekolah, sehingga ini membuat anak perempuan kurang aktif dibandingkan anak laki-laki.
Sekolah sebagai tempat anak mendapat pendidikan jasmani perlu mempertimbangkan apakah anak laki-laki dan anak perempuan dicampur bersama, mengingat karena kegiatan yang berfokus pada kinerja fisik cenderung mendukung anak laki-laki dibandingkan anak perempuan bahkan sebelum masa pubertas berlangsung.
Dari penelitian ini kita belajar bahwa jangan-jangan bukan anak perempuan yang kurang aktif tetapi anak perempuan yang kurang mendapatkan kesempatan dan dukungan yang setara dalam aktivitas fisik. Oleh karenanya pada beberapa kondisi kita perlu memodifikasi lingkungan dengan tidak menggabungkan antara anak laki-laki dan perempuan dalam aktivitas fisik untuk meningkatkan keterlibatan dan motivasi anak perempuan dalam kegiatan fisik/olahraga jasmani.
Jika ingin menggabungkan kegiatan fisik antara laki-laki dan perempuan perlu dilakukan penyeleksian minat dan tingkat kemampuan sehingga tidak ada lagi persepsi bagi anak perempuan bahwa mereka tidak
mampu melakukan kegiatan fisik.
Telford RM, Telford RD, Olive LS, Cochrane T, Davey R. (2016). Why are girls less physically active than boys?. findings from the look longitudinal study. PLoS ONE 11(3): e0150041. doi:10.1371/journal.pone.0150041