Bingung Memilih Karir: Kenali Konsep Self Awareness sebagai Kekuatan Psikologis Manusia

Desember 13, 2024 Add Comment

 

                                  

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa lulusan  Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia menghadapi tingkat pengangguran terbuka tertinggi dibanding lulusan jejnjang lainnya. Pengangguran lulusan SMA tercatat dengan angka mencapai 2.107.781 orang sementara lulusan SMK mencapai 1.621.672  orang pada tahun 2024. 

Fakta ini menunjukkan banyaknya lulusan SMA dan SMK yang masih belum memiliki arah yang jelas ataupun arah karir mereka kedepannya. Kurangnya pengetahuan seseorang terhadap diri sendiri dalam Psikologi dikenal dengan istilah Self Awareness (Kesadaran diri).  

Self Awareness sangat dibutuhkan sebagai usaha untuk mencapai kematangan karir dikemudian hari. Menurut Seorang Ahli yang bernama Goleman, kemampuan individu untuk dapat mengenali dan memahami perasaan, berpikir positif, pengambilan keputusan pribadi, mempertimbangan dampak dari pengambilan keputusan, serta kemampuan mengenali kelemahan dan kelebihan didefinisikan sebagai kesadaran diri (Farenti & Sekonda, 2022).

Siswa mengalami kesulitan dalam menentukan karir karena mereka belum memahami keinginan dan kemampuannya. Banyak siswa menghadapi kesulitan dalam memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka, karena kurangnya informasi tentang dunia kerja. Mereka sering bingung memilih pekerjaan yang tepat dan khawatir tentang prospek pekerjaan setelah lulus. Selain itu, siswa juga belum memiliki gambaran jelas tentang perguruan tinggi yang harus dipilih atau keterampilan yang dibutuhkan untuk karier di masa depan. Hal ini menunjukkan pentingnya bimbingan karier yang dapat membantu siswa membuat keputusan yang tepat untuk masa depan mereka. (Nengsih, 2019).

Oleh karena itu disinilah peran Self Awareness bagi seseorang. Siswa dengan self- awareness yang tinggi cenderung lebih mantap dalam menentukan pilihan karir karena mereka tahu apa yang mereka inginkan dan apa yang dapat mereka lakukan. Keterampilan self awareness yang optimal dapat dilihat dari siswa yang memahami kapasitas berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya. Sebaliknya rendahnya tingkat self-awareness atau kesadaran diri sering menjadi penyebab utama kebingunan dan salah langkah.  Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Hafizha (2022) siswa yang memiliki kesadaran diri yang rendah akan sulit untuk dapat menilai diri dengan baik dan tidak memiliki sikap optimis akan potensi hubungan dengan orang lain maupun lingkungan. Haibo et al. (2018) mengatakan dampak lanjutan dari ketidaksadaran karir ini akan membawa individu pada ketidaktahuan atas tujuan apa yang ingin diraih dengan melakukan suatu tindakan. (Farenti & Sekonda, 2022).

Dengan mengenali minat dan potensi diri mereka siswa bisa lebih yakin memilik karir yang sesuai. Self-awareness tidak hanya memudahkan siswa dalam menentukan jalur karir tetapi juga membantu meningkatkan kepercayaan diri. Ketika siswa paham apa yang mereka sukai dan apa yang mereka kuasai, mereka akan lebih mantap dalam memilih karir dan menghadapi tantangan yang ada di depannya.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru, orang tua pendidik untuk meningkatkan self awareness. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Puteri & Rozana (2022) menunjukan bahwa pelatihan berbasis self awareness mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami diri mereka, sehingga mereka lebih siap membuat keputusan karir yang mantap dan sesuai dengan potenso diri. Contohnya pada pelatihan yang dilakukan di SMKN 1 Cihampelas, siswa diajak untuk mengenal diri melalui metode Awareness Wheel dan Johari Window

Metode ini membantu siswa menganalisis emosi, pikiran mereka tentang masa depan dan juga memberikan ruang umpan balik dari teman. Umpan balik ini memberikan sudut pandang baru bagi siswa untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan diri mereka. Hasil dari pelatihan ini menunjukan peningkatan dalam kemampuan siswa untuk mengenali diri dan menetapkan pilihan karir dengan lebih percaya diri.

Johari Window merupakan cara yang menyenangkan untuk mengenal diri sendiri dari dua sisi, yaitu apa yang kita tahu tentang diri sendiri dan apa yang orang lain tahu tentang kita. Modelnya dibagi jadi empat area yaitu yang terbuka, yang kita tidak sadar, yang kita sembunyikan, sama yang tidak diketahui siapa pun. Intinya, kita diajak buat lebih banyak terbuka dan mendengarkan masukan orang lain. Dengan begitu, kita bisa lebih paham siapa diri kita sebenarnya.

Awareness Wheel digunakan untuk meningkatkan kesadaran diri dan  mengurangi kebingungan. Awareness Wheel membantu siswa melihat pilihan karir dari berbagai aspek seperti perasaan, fakta, pikiran, keinginan, dan tindakan, sehingga membuat keputusan lebih jelas. Menggunakan Awareness Wheel dimulai dengan mengenali situasi yang sedang dihadapi. Setelah itu, pikirkan apa yang dirasakan, baik secara fisik maupun emosional, dan apa yang ada dalam pikiran tentang situasi tersebut. Selanjutnya, tentukan apa yang diinginkan dari situasi ini dan tindakan apa yang perlu diambil.

Self-awareness penting untuk memahami potensi diri dan membuat keputusan karir yang tepat. Dengan self-awareness yang baik kita bisa lebih percaya diri dalam memilih karir sesuai minat dan kemampuan. Memiliki self-awareness bukan hanya sekedar mengenali diri tetapi juga dasar mencapai kesuksesan di masa depan. 

Referensi Bacaan

 

Farenti, F., & Sekonda, F. A. (2022). Pengaruh kesadaran diri (self awareness) terhadap perencanaan karier pada siswa kelas XI di SMA negeri 3 kota jambi. Jurnal pendidikan tambusai, 6(3), 13640–13646. https://doi.org/10.31004/jptam.v6i3.4488

Hafizha, R. (2022). Profil self-awareness remaja. Journal of education and counseling (jeco), 2(1), 159–166. https://doi.org/10.32627/jeco.v2i1.416

Nengsih. (2019). Pengaruh self efficacy terhadap perencanaan arah karier siswa SMA dan implikasinya dalam pelayanan bimbingan konseling. Jurnal pendidikan dan konseling, 9(1), 55–68.

Puteri, S. A., & Rozana, A. (2022). Pelatihan berbasis self-awareness untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan karir. Plakat : Jurnal pelayanan kepada masyarakat, 4(1), 121. https://doi.org/10.30872/plakat.v4i1.7834

Statistik, B. P. (2024, Juli 24). Pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Retrieved from Badan Pusat Statistik Indonesia: https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/OTcyIzE=/pengangguran-terbuka-menurut-pendidikan-tertinggi-yang-ditamatkan-1986---2023.htmlTazkia, I. (2023, September 27). Mengenali diri sendiri menggunakan teori johari window . Retrieved from Kampus tazkia bogor: https://tazkia.ac.id/en/berita/populer/481-mengenali-diri-sendiri-menggunakan-teori-johari-window

 

Penulis Kontributor

Sasqia Indah Putri &Tanti Saputri
Psikologi, Universitas Gajayana Malang. 
bisa dihubungi melalui 
sasqiaputri21@gmail.com



Terapi Bermain "Sentuhan Hewan": Solusi Menyembuhkan Trauma Psikologis Anak

Desember 06, 2024 Add Comment



Trauma psikologis pada anak-anak dapat memiliki dampak yang luas, hal ini bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi secara sosial, emosional, dan bahkan fisik. Trauma seringkali disebabkan oleh pengalaman-pengalaman negatif yang ekstrem, seperti kekerasan fisik atau verbal, kehilangan orang tua, atau bencana alam. Menurut Teori Kelekatan (Attachment Theory) yang dikembangkan oleh John Bowlby, trauma yang tidak ditangani dengan tepat dapat merusak kemampuan anak untuk membentuk hubungan yang aman dan penuh kasih sayang dengan orang lain, sehingga bisa mengakibatkan pola kecemasan dan rasa tidak aman yang berkelanjutan. Anak-anak yang menderita trauma sering kali mengalami kecemasan, ketakutan, kesulitan mengatur emosi, dan masalah dalam membangun hubungan sosial yang sehat.

Penting untuk memahami urgensi masalah trauma pada anak-anak, karena dampaknya yang panjang terhadap perkembangan psikologis mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Perry (2001), trauma dapat memengaruhi struktur dan fungsi otak anak, khususnya dalam hal regulasi emosi dan respons terhadap stres. Trauma yang tidak ditangani dengan tepat dapat memengaruhi kemampuan anak untuk mengelola kecemasan dan depresi, serta menghambat perkembangan keterampilan sosial dan kognitif. Oleh karena itu, penting untuk mencari pendekatan terapi yang holistik dan menyentuh aspek emosional anak-anak, salah satunya melalui terapi yang melibatkan hewan.

Salah satu metode yang bisa digunakan untuk membantu anak-anak mengatasi trauma adalah terapi bermain yang dibantu oleh hewan. Terapi ini memanfaatkan interaksi dengan berbagai jenis hewan, seperti hewan berbulu (kucing, kelinci, hamster), hewan peternakan (kuda, sapi, kambing), hewan laut (ikan, lumba-lumba), hingga hewan lainnya untuk membantu anak-anak merasa aman, meredakan ketakutan, dan meringankan beban emosional mereka. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip terapi berbasis pengalaman (experiential therapy) yang menekankan pentingnya pengalaman langsung untuk memulihkan trauma dan memperkuat keterikatan emosional.

Terapi bermain yang dibantu hewan adalah pendekatan yang semakin populer karena kemampuannya dalam menciptakan ikatan emosional yang kuat antara anak dan hewan, terutama hewan peliharaan. Melalui interaksi ini, anak-anak belajar untuk mengelola emosi mereka, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengatasi ketakutan mereka dengan cara yang lebih alami dan tidak mengintimidasi.

Salah satu faktor penting yang membuat terapi ini efektif adalah kontak fisik dengan hewan, yang dapat memberikan rasa ketenangan dan juga keamanan. Sebagai contoh, anak-anak yang berinteraksi dengan kucing atau kelinci yang memiliki bulu yang lembut, mampu memberikan rasa kenyamanan dari sentuhan mereka, yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi kecemasan dan memberikan rasa tenang dalam situasi yang penuh tekanan. Sentuhan fisik yang diterima dari hewan dapat memengaruhi sistem saraf secara langsung. Ketika anak-anak memegang hewan berbulu, tubuh mereka melepaskan hormon oksitosin, yang dikenal sebagai "hormon kebahagiaan". Oksitosin memiliki efek menenangkan, meredakan kecemasan, dan mengurangi kadar kortisol, yang merupakan hormon stres utama. 

Penelitian oleh Fine (2010) menunjukkan bahwa terapi yang melibatkan interaksi fisik dengan hewan dapat memperbaiki keseimbangan emosional anak, mengurangi gejala kecemasan, dan meningkatkan perasaan positif mereka. Selain itu, sentuhan dengan hewan peternakan seperti kuda juga memiliki efek menenangkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa berinteraksi dengan kuda dapat meningkatkan kesejahteraan emosional anak-anak, karena kuda dapat merespons dengan cara yang sangat empatik terhadap perasaan manusia (Schott et al., 2015).

Selain pengaruh fisik, terapi bermain yang dibantu hewan juga membawa manfaat sosial dan emosional bagi anak-anak. Hewan peliharaan memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk merawat makhluk hidup, yang mengajarkan rasa tanggung jawab dan empati. Interaksi ini sering kali membangun rasa percaya diri, karena anak merasa bahwa mereka mampu memberikan perhatian dan perawatan yang diperlukan oleh hewan peliharaan mereka. Sebagai contoh, anak-anak yang terlibat dalam terapi bermain dengan hamster atau ikan dapat merasa lebih percaya diri ketika mereka bertanggung jawab untuk memberi makan atau merawat hewan tersebut. Pengalaman ini memberikan anak-anak rasa kontrol, yang seringkali hilang setelah trauma, serta meningkatkan kemampuan mereka untuk membangun hubungan yang lebih sehat dengan orang lain. Terapi bermain yang dibantu hewan juga dapat meningkatkan keterampilan sosial anak-anak, yang sering terhambat oleh kecemasan atau rasa takut yang mereka alami akibat trauma. 

Dengan berinteraksi dengan hewan, anak-anak diajarkan untuk mampu bersosialisasi dan membangun hubungan yang penuh kasih sayang, baik dengan hewan maupun dengan orang lain. Sebuah studi oleh Katcher dan Beck (2003) menemukan bahwa anak-anak yang berinteraksi dengan hewan peliharaan menunjukkan peningkatan dalam keterampilan sosial dan dapat lebih mudah mengembangkan hubungan yang lebih positif dengan teman-teman sebaya mereka. Hewan seperti lumba-lumba atau kuda juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar mengenai komunikasi non-verbal, memperbaiki kemampuan mereka untuk membaca ekspresi dan gerakan tubuh yang dapat meningkatkan interaksi sosial mereka.

Namun, meskipun terapi bermain yang dibantu hewan menawarkan banyak manfaat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, tidak semua anak akan merasa nyaman berinteraksi dengan hewan, terutama jika mereka memiliki ketakutan atau trauma sebelumnya terhadap hewan. Oleh karena itu, pendekatan yang penuh perhatian dan lembut sangat penting dalam memulai terapi ini. Penggunaan hewan yang tepat untuk setiap individu juga menjadi kunci keberhasilan terapi. Misalnya, beberapa anak mungkin lebih tertarik pada hewan laut seperti ikan, yang lebih tenang dan tidak mengancam, sementara yang lain mungkin merasa lebih nyaman dengan hewan peternakan yang besar seperti kuda atau sapi.

Secara keseluruhan, terapi bermain yang dibantu hewan adalah pendekatan yang efektif untuk membantu anak-anak yang mengalami trauma mengatasi ketakutan mereka dan memulihkan keseimbangan emosional mereka. Melalui interaksi dengan hewan. Baik itu hewan peliharaan berbulu, hewan peternakan, atau hewan laut, anak-anak dapat merasakan kenyamanan dan ketenangan yang sangat dibutuhkan untuk menyembuhkan luka batin mereka. Terapi ini memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar mengelola emosi, membangun rasa percaya diri, dan memperbaiki keterampilan sosial mereka dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih. Dengan penerapan yang tepat, terapi ini dapat menjadi alat yang kuat dalam proses pemulihan trauma pada anak-anak.

Referensi

Beck, A. M., & Katcher, A. H. (2003). New perspectives on human-animal bonds: Animals as co-therapists in health care settings. Social Science & Medicine, 61(9), 2057-2066.

Brown, S. L., & Katcher, A. H. (2007). The benefits of animal-assisted therapy in child development. Pediatrics, 120(5), 1188-1193.

Fine, A. H. (2010). Handbook on animal-assisted therapy: Theoretical foundations and guidelines for practice. Academic Press.

Garrity, T. F., & Stallones, L. (2007). Pet ownership and health-related outcomes in the elderly: A review of the literature. Journal of Applied Gerontology, 26(1), 3-20.

Hidayat, E., Bakar, A., Indarwati, R., Arief, Y. S., Toding, S., Ratri, T. H., & Syarifurrahman, I. (2024). Penggunaan terapi hewan pada anak dalam mengurangi rasa cemas pada anak yang menjalani hospitalisasi. Madani: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(8), 222–230. https://doi.org/10.5281/zenodo.13270822

Katcher, A. H., & Beck, A. M. (2005). Animal-assisted therapy in pediatric settings: Implications for child development and therapy. Pediatric Nursing, 31(1), 12-18.

Martin, F., & Farnum, J. (2002). Animal-assisted therapy for children with pervasive developmental disorders. West Journal of Nursing Research, 24(6), 657–670. https://doi.org/10.1177/019394502320555403

Moretti, F., & Villalobos, A. (2014). Animal-assisted interventions: Exploring their impact on children's emotional well-being. International Journal of Psychological Studies, 6(2), 22-34.

Nada, C., & Anita, A. (2023). Literatur review: Intervensi terapi untuk anak sebagai trauma healing. Community of Publishing in Nursing (COPING), 11(1), 1

Perry, B. D. (2001). The neurodevelopmental impact of childhood trauma. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 42(1), 73-88.

Schott, S., Lorentz, A., & Becker, L. (2015). The effect of animal-assisted therapy on child anxiety and depression. Journal of Affective Disorders, 184, 55-61.

Schultz, T. (2016). The therapeutic role of animals in child development. Journal of Child and Family Studies, 25(3), 10-23.

Walsh, F. (2016). Human-animal bonds and therapeutic benefits: A review of literature. Journal of Family Therapy, 38(2), 212-228.