Trauma psikologis pada anak-anak dapat memiliki dampak yang luas, hal ini bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi secara sosial, emosional, dan bahkan fisik. Trauma seringkali disebabkan oleh pengalaman-pengalaman negatif yang ekstrem, seperti kekerasan fisik atau verbal, kehilangan orang tua, atau bencana alam. Menurut Teori Kelekatan (Attachment Theory) yang dikembangkan oleh John Bowlby, trauma yang tidak ditangani dengan tepat dapat merusak kemampuan anak untuk membentuk hubungan yang aman dan penuh kasih sayang dengan orang lain, sehingga bisa mengakibatkan pola kecemasan dan rasa tidak aman yang berkelanjutan. Anak-anak yang menderita trauma sering kali mengalami kecemasan, ketakutan, kesulitan mengatur emosi, dan masalah dalam membangun hubungan sosial yang sehat.
Penting untuk memahami urgensi masalah trauma pada anak-anak, karena dampaknya yang panjang terhadap perkembangan psikologis mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Perry (2001), trauma dapat memengaruhi struktur dan fungsi otak anak, khususnya dalam hal regulasi emosi dan respons terhadap stres. Trauma yang tidak ditangani dengan tepat dapat memengaruhi kemampuan anak untuk mengelola kecemasan dan depresi, serta menghambat perkembangan keterampilan sosial dan kognitif. Oleh karena itu, penting untuk mencari pendekatan terapi yang holistik dan menyentuh aspek emosional anak-anak, salah satunya melalui terapi yang melibatkan hewan.
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk membantu anak-anak mengatasi trauma adalah terapi bermain yang dibantu oleh hewan. Terapi ini memanfaatkan interaksi dengan berbagai jenis hewan, seperti hewan berbulu (kucing, kelinci, hamster), hewan peternakan (kuda, sapi, kambing), hewan laut (ikan, lumba-lumba), hingga hewan lainnya untuk membantu anak-anak merasa aman, meredakan ketakutan, dan meringankan beban emosional mereka. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip terapi berbasis pengalaman (experiential therapy) yang menekankan pentingnya pengalaman langsung untuk memulihkan trauma dan memperkuat keterikatan emosional.
Terapi bermain yang dibantu hewan adalah pendekatan yang semakin populer karena kemampuannya dalam menciptakan ikatan emosional yang kuat antara anak dan hewan, terutama hewan peliharaan. Melalui interaksi ini, anak-anak belajar untuk mengelola emosi mereka, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengatasi ketakutan mereka dengan cara yang lebih alami dan tidak mengintimidasi.
Salah satu faktor penting yang membuat terapi ini efektif adalah kontak fisik dengan hewan, yang dapat memberikan rasa ketenangan dan juga keamanan. Sebagai contoh, anak-anak yang berinteraksi dengan kucing atau kelinci yang memiliki bulu yang lembut, mampu memberikan rasa kenyamanan dari sentuhan mereka, yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi kecemasan dan memberikan rasa tenang dalam situasi yang penuh tekanan. Sentuhan fisik yang diterima dari hewan dapat memengaruhi sistem saraf secara langsung. Ketika anak-anak memegang hewan berbulu, tubuh mereka melepaskan hormon oksitosin, yang dikenal sebagai "hormon kebahagiaan". Oksitosin memiliki efek menenangkan, meredakan kecemasan, dan mengurangi kadar kortisol, yang merupakan hormon stres utama.
Penelitian oleh Fine (2010) menunjukkan bahwa terapi yang melibatkan interaksi fisik dengan hewan dapat memperbaiki keseimbangan emosional anak, mengurangi gejala kecemasan, dan meningkatkan perasaan positif mereka. Selain itu, sentuhan dengan hewan peternakan seperti kuda juga memiliki efek menenangkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa berinteraksi dengan kuda dapat meningkatkan kesejahteraan emosional anak-anak, karena kuda dapat merespons dengan cara yang sangat empatik terhadap perasaan manusia (Schott et al., 2015).
Selain pengaruh fisik, terapi bermain yang dibantu hewan juga membawa manfaat sosial dan emosional bagi anak-anak. Hewan peliharaan memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk merawat makhluk hidup, yang mengajarkan rasa tanggung jawab dan empati. Interaksi ini sering kali membangun rasa percaya diri, karena anak merasa bahwa mereka mampu memberikan perhatian dan perawatan yang diperlukan oleh hewan peliharaan mereka. Sebagai contoh, anak-anak yang terlibat dalam terapi bermain dengan hamster atau ikan dapat merasa lebih percaya diri ketika mereka bertanggung jawab untuk memberi makan atau merawat hewan tersebut. Pengalaman ini memberikan anak-anak rasa kontrol, yang seringkali hilang setelah trauma, serta meningkatkan kemampuan mereka untuk membangun hubungan yang lebih sehat dengan orang lain. Terapi bermain yang dibantu hewan juga dapat meningkatkan keterampilan sosial anak-anak, yang sering terhambat oleh kecemasan atau rasa takut yang mereka alami akibat trauma.
Dengan berinteraksi dengan hewan, anak-anak diajarkan untuk mampu bersosialisasi dan membangun hubungan yang penuh kasih sayang, baik dengan hewan maupun dengan orang lain. Sebuah studi oleh Katcher dan Beck (2003) menemukan bahwa anak-anak yang berinteraksi dengan hewan peliharaan menunjukkan peningkatan dalam keterampilan sosial dan dapat lebih mudah mengembangkan hubungan yang lebih positif dengan teman-teman sebaya mereka. Hewan seperti lumba-lumba atau kuda juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar mengenai komunikasi non-verbal, memperbaiki kemampuan mereka untuk membaca ekspresi dan gerakan tubuh yang dapat meningkatkan interaksi sosial mereka.
Namun, meskipun terapi bermain yang dibantu hewan menawarkan banyak manfaat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, tidak semua anak akan merasa nyaman berinteraksi dengan hewan, terutama jika mereka memiliki ketakutan atau trauma sebelumnya terhadap hewan. Oleh karena itu, pendekatan yang penuh perhatian dan lembut sangat penting dalam memulai terapi ini. Penggunaan hewan yang tepat untuk setiap individu juga menjadi kunci keberhasilan terapi. Misalnya, beberapa anak mungkin lebih tertarik pada hewan laut seperti ikan, yang lebih tenang dan tidak mengancam, sementara yang lain mungkin merasa lebih nyaman dengan hewan peternakan yang besar seperti kuda atau sapi.
Secara keseluruhan, terapi bermain yang dibantu hewan adalah pendekatan yang efektif untuk membantu anak-anak yang mengalami trauma mengatasi ketakutan mereka dan memulihkan keseimbangan emosional mereka. Melalui interaksi dengan hewan. Baik itu hewan peliharaan berbulu, hewan peternakan, atau hewan laut, anak-anak dapat merasakan kenyamanan dan ketenangan yang sangat dibutuhkan untuk menyembuhkan luka batin mereka. Terapi ini memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar mengelola emosi, membangun rasa percaya diri, dan memperbaiki keterampilan sosial mereka dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih. Dengan penerapan yang tepat, terapi ini dapat menjadi alat yang kuat dalam proses pemulihan trauma pada anak-anak.
Referensi
Beck, A. M., & Katcher, A. H. (2003). New perspectives on human-animal bonds: Animals as co-therapists in health care settings. Social Science & Medicine, 61(9), 2057-2066.
Brown, S. L., & Katcher, A. H. (2007). The benefits of animal-assisted therapy in child development. Pediatrics, 120(5), 1188-1193.
Fine, A. H. (2010). Handbook on animal-assisted therapy: Theoretical foundations and guidelines for practice. Academic Press.
Garrity, T. F., & Stallones, L. (2007). Pet ownership and health-related outcomes in the elderly: A review of the literature. Journal of Applied Gerontology, 26(1), 3-20.
Hidayat, E., Bakar, A., Indarwati, R., Arief, Y. S., Toding, S., Ratri, T. H., & Syarifurrahman, I. (2024). Penggunaan terapi hewan pada anak dalam mengurangi rasa cemas pada anak yang menjalani hospitalisasi. Madani: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(8), 222–230. https://doi.org/10.5281/zenodo.13270822
Katcher, A. H., & Beck, A. M. (2005). Animal-assisted therapy in pediatric settings: Implications for child development and therapy. Pediatric Nursing, 31(1), 12-18.
Martin, F., & Farnum, J. (2002). Animal-assisted therapy for children with pervasive developmental disorders. West Journal of Nursing Research, 24(6), 657–670. https://doi.org/10.1177/019394502320555403
Moretti, F., & Villalobos, A. (2014). Animal-assisted interventions: Exploring their impact on children's emotional well-being. International Journal of Psychological Studies, 6(2), 22-34.
Nada, C., & Anita, A. (2023). Literatur review: Intervensi terapi untuk anak sebagai trauma healing. Community of Publishing in Nursing (COPING), 11(1), 1
Perry, B. D. (2001). The neurodevelopmental impact of childhood trauma. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 42(1), 73-88.
Schott, S., Lorentz, A., & Becker, L. (2015). The effect of animal-assisted therapy on child anxiety and depression. Journal of Affective Disorders, 184, 55-61.
Schultz, T. (2016). The therapeutic role of animals in child development. Journal of Child and Family Studies, 25(3), 10-23.
Walsh, F. (2016). Human-animal bonds and therapeutic benefits: A review of literature. Journal of Family Therapy, 38(2), 212-228.
Penulis Kontributor :
Sonya Hasita Sekararum, sonyahasitas@gmail.com
Mahasiswa Psikologi Universitas Gajayana Malang
0 Komentar